Laporan Tahunan (No. 2/2017)

Rekan investor,

Tahun 2017 merupakan tahun yang sangat menarik dan juga tahun yang penuh dengan pencapaian rekor tertinggi pasar saham domestik. Per 29 Desember 2017, IHSG ditutup pada level 6,355.65 atau tumbuh sebesar 19.98% (18.23%, metode logarithmic return) selama tahun 2017 dan ISSI ditutup pada level 189.86 atau tumbuh sebesar 10.33% (9.83%, metode logarithmic return) selama tahun 2017.

Adapun NAB per unit dari Pratama Investments ditutup pada level 1,086.31 per unit atau tumbuh sebesar 11.37% (10.77%, logarithmic return) selama tahun 2017. Dengan demikian, selama tahun 2017, Pratama Investments mampu membukukan kinerja investasi yang lebih baik dengan tingkat imbal hasil 1.04% (0.93%, metode logarithmic return) lebih tinggi dibandingkan dengan ISSI.

Secara kumulatif, terhitung sejak Pratama Investments dimulai pada 5 Agustus 2016 hingga 29 Desember 2017, tingkat imbal hasil yang berhasil dicapai adalah sebesar 8.63% (8.28%, metode logarithmic return) atau 2.53% (2.35%, metode logarithmic return) lebih tinggi dibandingkan ISSI yang mencatat imbal hasil sebesar 6.10% (5.92%, metode logarithmic return) dalam periode yang sama.

***

Kinerja cemerlang pasar saham Indonesia di 2017 sebagian besar ditopang oleh kinerja sektor keuangan dan pertambangan, terutama yang terkait dengan batu bara. Hal ini menyebabkan kinerja Pratama Investments relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan kinerja IHSG ataupun reksadana saham konvensional. Ini adalah konsekuensi dari pilihan yang secara sadar kami ambil.

Strategi investasi kami tidak akan pernah berubah, mencari perusahaan yang berkualitas dari fundamental bisnis, dijalankan oleh tim manajemen yang berintegrasi dan berkualitas kemudian membeli sebagian kepemilikan di dalam perusahaan tersebut pada harga yang wajar atau jika beruntung, pada harga yang memberikan kami margin of safety yang cukup besar.

Mungkin selanjutnya anda akan bertanya, mengapa kami memilih untuk tidak membeli saham-saham pertambangan ? Jawaban kami sederhana, karena bisnis pertambangan merupakan bisnis komoditas dan kami selalu berusaha untuk menghindari bisnis yang memiliki produk dengan karakter komoditas.

Bisnis komoditas merupakan bisnis yang dalam pandangan kami tidak memiliki keunggulan kompetitif. Sangat sulit bagi perusahaan yang berkecimpung di bisnis komoditas untuk dapat membedakan dirinya dari perusahaan-perusahaan lain dengan produk yang sama. Dalam kondisi seperti ini maka bargaining power pada umumnya ada pada konsumen sehingga sangat sulit bagi perusahaan untuk mempertahankan marjin keuntungan dalam kondisi perekonomian yang melambat.

Kami menyadari bahwa sebagian perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara berusaha melakukan diversifikasi ke sektor pembangkit listrik dengan sumber energi berasal dari batu bara yang mereka produksi. Namun bagi kami, prospek bisnis pembangkit listrik ini juga sulit untuk kami ukur sehingga kami lebih memilih untuk menghindarinya

***

Hal menarik lainnya adalah, hingga saat ini, perusahaan-perusahaan yang sering dibicarakan sedang mengalami pertumbuhan yang besar justru masih berstatus perusahaan tertutup. Perusahaan yang kami maksud adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka dan perusahaan-perusahaan rintisan lainnya. Mengapa demikian ?

Jawabannya karena perusahaan-perusahaan tersebut saat ini memiliki alternatif modal melalui private investors seperti venture capital, private equity, sovereign wealth funds atau bahkan dari perusahaan-perusahaan besar global. Kondisi ini menyebabkan perusahaan-perusahaan rintisan cenderung memilih untuk tetap berstatus sebagai perusahaan tertutup sehingga investor ritel domestik tidak memiliki kesempatan untuk berpartisipasi dalam sektor-sektor ekonomi yang justru sedang tumbuh pesat.

Meski demikian, kami yakin bahwa investasi pada perusahaan publik tetap berpotensi menghasilkan imbal hasil yang menarik dalam jangka panjang bagi investor yang disiplin, rendah hati dan sabar.

Salam,

Indra Pratama

One thought on “Laporan Tahunan (No. 2/2017)

Leave a comment