Tidak ada yang pasti di dunia investasi dan bisnis selain ketidakpastian, atau dalam bahasa jawanya uncertainty. Ketidakpastian inilah yang kemudian menjadi sumber risiko kerugian bagi setiap investasi atau bisnis.
Sebagai investor, menerima kenyataan bahwa ketidakpastian merupakan suatu keniscayaan dalam bisnis adalah modal besar dalam proses investasi. Adanya kesadaran bahwa tidak ada yang pasti dalam bisnis akan mendorong investor untuk melakukan analisa yang objektif dan mengambil pendekatan yang konservatif dan skeptis. Layaknya orang yang menyadari bahwa dirinya tidak mengetahui tentang sesuatu, ketidaktahuannya tersebut mendorongnya untuk mencari tahu semaksimal mungkin.
Lantas, apa yang dapat dilakukan seorang investor jika ingin meminimalisir risiko investasinya?
Bagi saya, ada 3 hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir ketidakpastian dalam investasi:
- Melakukan investasi hanya pada saham-saham yang model bisnisnya mudah dipahami dan secara historis menghasilkan arus kas yang positif dan imbal hasil atas modal yang menarik dengan tingkat utang yang rendah. Jika arus kas dari suatu bisnis sangat sulit untuk diperkirakan maka sebaiknya hindari bisnis tersebut dan jangan memaksakan diri untuk melakukan proyeksi atas arus kas di masa depan.
- Menggunakan asumsi yang konservatif dan skeptis dalam melakukan perhitungan atas nilai intrinsik suatu saham. Jangan terjebak untuk berkeyakinan bahwa nilai intrinsik suatu saham hanya satu nilai yang dapat dihitung dengan keakuratan 100%. Nilai intrinsik suatu saham dapat berbeda-beda sesuai perbedaan dalam asumsi yang digunakan.
- Membeli saham hanya pada saat harganya lebih rendah dari nilai intrinsiknya. Mengingat bahwa kalkulasi nilai intrinsik suatu saham melibatkan banyak asumsi maka menjadi suatu hal yang sangat penting untuk melakukan pembelian hanya ketika harga saham lebih rendah dari nilai intrinsik berdasarkan kalkulasi kita. Selisih antara harga saham dan nilai intrinsik inilah yang dikenal dengan margin of safety yang gunanya untuk meminimalisir kerugian jika sekiranya terdapat kekeliruan dalam asumsi-asumsi yang kita gunakan untuk menghitung nilai intrinsik suatu saham.
Lantas bagaimana dengan diversifikasi ? Bukankah diversifikasi adalah salah satu mekanisme yang secara logis dapat mengurangi risiko pada portofolio investasi.
Untuk menjawab hal ini saya akan mengutip pernyataan dari Warren Buffett :
Risk comes from not knowing what you’re doing, so wide diversification is only required when investors are ignorant. You only have to do a very few things in your life so long as you don’t do too many things wrong.
Risiko muncul karena anda tidak mengetahui apa yang anda lakukan, jadi diversifikasi yang berlebihan hanya diperlukan ketika investor tidak tahu apa-apa. Anda hanya butuh melakukan sedikit hal dalam hidup sehingga anda terhindar dari melakukan terlalu banyak kesahalan.
Dalam bahasa yang sederhana, jika anda memiliki alasan ekonomis yang kuat ketika memilih dan menggunakan asumsi yang konservatif dalam menilai suatu saham serta membeli saham tersebut hanya ketika harganya jauh lebih rendah dari nilai intrinsiknya, maka diversifikasi tidak berguna buat anda. Buat apa melakukan diversifikasi pada saham-saham yang anda tidak mengerti semata-mata dengan asumsi anda dapat mengurang risiko investasi anda.
Diversifikasi hanya berguna untuk mengurangi risiko investasi yang dilakukan oleh investor yang tidak tahu saham apa yang harus dibeli dan pada harga berapa. Untuk investor seperti ini, diversifikasi akan sangat berguna untuk menghindari risiko konsentrasi. Bahkan akan lebih baik lagi jika investor tersebut berinvestasi pada portofolio indeks.
Adapun bagi investor yang mengerti atas keputusan investasi yang diambil, diversifikasi malah akan meningkatkan risiko investasi karena artinya dia harus membeli saham-saham yang dia tidak mengerti fundamental dan nilai intrinsiknya. Merupakan suatu hal yang sulit untuk dapat memonitor fundamental dan valuasi dari portofolio yang terdiri dari 30 saham atau lebih.
Value investing secara mendasar merupakan metode investasi yang berusaha meminimalisir risiko kerugian dengan melakukan investasi ketika harga yang ditawarkan dari sebuah aset jauh lebih rendah dari nilai intrinsiknya. Hal ini merupakan bentuk pengakuan dari seorang value investor bahwa dia tidak memiliki kemampuan untuk memprediksi masa depan dan bahwa banyak hal yang mungkin terluput atau tidak dia ketahui tentang suatu saham. Alih-alih berusaha menebak harga saham di masa depan, value investor cenderung mengerahkan seluruh usahanya untuk mengidentifikasi nilai intrinsik suatu saham dan mengambil keputusan berdasarkan sejauh mana perbedaan antara harga pasar saat ini dan nilai intrinsik dari suatu saham.
~cheers~